Aku tahu
Kau telah menetap
Dan impianmu terwujud untuk meninggalkanku.
Tapi mengapa kau begitu malu padaku, sampai kau tak ingin menatap wajahku.
Aku tak tahan.
Aku ingin kau masih mengingatku saat aku menunjukan wajahku.
Belum dapat mimpi-mimpi kita.
Karena ini belum usai.
Iya aku yang memutuskan ikatan ini.
Tapi sudahku coba merajutya dan kau tidak dapat melanjutkanya kembali.
Apa salahku.
Aku hanya bisa berdoa yang terbaik untukmu.
Aku ingat kau selalu nengucapkan sayangmu tanpa pernah beralaskan, malah melembut menatapku, entah mengapa,
Entah mengapa kau menetap.
Apa kau tahu teman lama, aku tak akan pernah melupakan manis itu.
Jangan lupakan aku.
Aku akan datang, datang dengan melembut hangat jemarimu bersama wanita yang akan menjadi teman matimu nanti.
Bukan aku olehmu.
nyontek dari lagu Adele
Cewe biasa yang gampang tertarik sama berbagai macam hal baru, terlebih sama militer, alam, running, and love dessert ! satu lagi..! sama Khalifah Umar bin Khatab.
Senin, 11 November 2013
Sabtu, 09 November 2013
Pintu yang Rapat
Tentang cinta yang harus sakit, menderu-deru merintih dan tak ingin menyakiti siapapun, berputar dalam lembayung ombak yang mencerminkan perasaan ini padanya, mengacau mimpi indah tentang pintu yang pernah dibuka.
Biar pintalanmu belum usai, aku menatap disini bukan sebagai wanita tudung itu, yang membutuhkan sangat ucapanmu perhari, aku tidak pernah terbayang sebelumnya, pasti situdung pernah mengharap tentang pintu dan lembutya bibirmu, sungguh aku pernah menikmatinya, agar pintalanmu menjadi tenun yang nanti ya hangat untukku tapi entah apa untuk tudung itu, tenunan hasil rujukan rasa bisu yang terbiasa mati tidur bersama bunyi mesin yang menderu-deru bak merintih pedih sambil pintu dititup, dan kau meninggalkan pintalanmu, menatap situdung, lalu menatap tenun dan meletakanya sambil mendengar rintihan mesin yang telah usai.
Dan aku tetap bersama ombak yang mengajak pulang paksa dengan kain bercorak loreng darah mengalir, dan kuusap kering.
Biar pintalanmu belum usai, aku menatap disini bukan sebagai wanita tudung itu, yang membutuhkan sangat ucapanmu perhari, aku tidak pernah terbayang sebelumnya, pasti situdung pernah mengharap tentang pintu dan lembutya bibirmu, sungguh aku pernah menikmatinya, agar pintalanmu menjadi tenun yang nanti ya hangat untukku tapi entah apa untuk tudung itu, tenunan hasil rujukan rasa bisu yang terbiasa mati tidur bersama bunyi mesin yang menderu-deru bak merintih pedih sambil pintu dititup, dan kau meninggalkan pintalanmu, menatap situdung, lalu menatap tenun dan meletakanya sambil mendengar rintihan mesin yang telah usai.
Dan aku tetap bersama ombak yang mengajak pulang paksa dengan kain bercorak loreng darah mengalir, dan kuusap kering.
Langganan:
Komentar (Atom)